Senin, 16 Agustus 2010

Mencintai Tanpa Harus Memiliki

Mencintai Tanpa Harus Memiliki


Ah.. masa sih?

Yang namanya mencintai pastinya ingin untuk memiliki. Betul?

Untuk mengurai statement “mencintai tanpa harus memiliki” kita akan meninjau dari pandangan semantic.. hmm semantic way.. as usual hihihi… :)

Mencintai dapat diartikan sebagai suatu aktivitas menyayangi, menyimpan perasaan cinta dan membagi rasa sayang (hehe.. suit.. suit.. Ehmm..).

Sedangkan memiliki dapat berarti menjadikan milik, menjadi yang empunya, mempunyai dan berhak atas sesuatu.

So, in a short, pernyataan “mencintai tanpa harus memiliki” dapat diartikan secara lengkap sebagai mencintai dan menyayangi sesuatu (bisa barang atau orang) tetapi sayangnya sesuatu itu bukan merupakan milik kita. Hah? Kok bisa? Ya bisa saja, namanya juga pernak-pernik hidup. Semua yang sekilas tidak bisa tetapi sesungguhnya sangatlah bisa dan mungkin terjadi.

Big Problem

Dalam statement tersebut sebenarnya mengandung suatu masalah yang sangat, sangat dan sekali lagi sangatlah besar, yaitu sesuatu tersebut bukanlah milik kita, bukan milikku, not mine (iya deh.. neither I hehe..).

Jadi sesuatu itu bisa berupa benda mati atau benda hidup.

Benda mati ya misalnya korek api, sepeda motor, mobil pesawat, kapal pesiar atau bahkan pesawat ulang alik.. (duuh kejauhan bangeet deh contohnya.. ga apa-apa ya?). Living things, misalnya hamster, kucing, anjing, kuda, etc.. etc.. and so on so forth.. hihi..

Tapi sebenarnya yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah bukan benda dalam konteks benda mati dan benda hidup seperti itu, tetapi pada sesuatu yang diciptakan oleh Tuhan dengan segala macam bentuk keindahan dan keunikannya. Sesuatu tersebut dinamakan sebagai… manusia (oooh….).

Sehingga judul di atas seharusnya diartikan sebagai: mencintai manusia tanpa harus memilikinya. Hmm.. I hope it’s clear ya.. (ya deh… hehe..).


Bagaimana bisa?

Halah.. lagi-lagi pertanyaan itu muncul, tapi iya juga ya, bagaimana mungkin bisa menyayangi sesorang tanpa harus memiliknya? Hmmm.. How come? What a difficult question. Hihi.. :P

Statement “mencintai tanpa harus memiliki” ini sering sekali muncul, terutama dalam lagu, film, buku dan bahkan mungkin muncul berupa pemahaman kita sendiri setelah mengalami suatu kejadian tertentu.

Dalam situasi percintaan misalnya (dan memang seringkali terjadi) this statement applied to a condition that we are loving somebody whom already engage or became a partner of someone else, or in extreme that person doesn’t have a same filling as ours.. Ehm.. mungkin English-nya ga perfect, tapi nangkep kan maksudnya? Yaitu kondisi mencintai seseorang yang sudah menjadi pasangan orang lain atau seseorang yang kita taksir tersebut tidak membalas rasa sayang kita. Huuu.. kasian deh..

Maka terbitlah fajar, eh terbitlah pernyataan, okay aku mencintaimu, aku menyayangimu dan rasa itu akan selalu terus begitu even aku tahu aku tidak akan pernah memilikimu. Hiks.. jadi terharu..

Filsafat Cinta :P

Dalam filsafat cinta (waduh beraat..), hal ini dapat terjadi dalam bentuknya yang lain, biarlah bumi dan langit menjadi saksi bahwa betapa aku mencintaimu, tetapi demi air yang selalu mengalir dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah karena efek gravitasi dan energy potensial yang ada di dalamnya.. (halaaaah jadi membahas hukum Fisika.. hehe..). Biarlah semua menjadi saksi bahwa aku mencintaimu, aku menyayangimu dengan sepenuh hati dan perasaanku (duh.. so sweet..), biarlah.. biarlah itu terjadi.. aku bahagia bila dirimu bahagia, aku menderita bila dirimu sedih (huh.. lebay deeh.. hehe..). Biarlah perasaan cinta ini hanya aku dan yang mempunyai diriku saja yang tahu (hmm.. yang lain ga usah tahu ya?… hihi..). Kemanapun dirimu pergi, apapun yang kamu lakukan, biarlah rasa cinta dan sayangku tetap menyertaimu.. hiks.. jadi terharu untuk yang kedua kalinya deh.. hehe..

Bener ga sih pernyataan-pernyataan di atas?

Kalau aku menganggap itu sebagai pernyataan yang seratus persen BENAR.

Rasa cinta dan sayang itu memang sangat tidak bisa dipaksakan, tidak dapat dikendalikan, tidak dapat diduga, tidak.. tidak.. dan beberapa tidak lainnya (tambahin deh..), btw, ini postulat lho.. (eh tau kan postulat? Itu lho yang sering menjadi object operasi.. eh itu mah prostat.. eh iya.. iya.. salah.. postulat itu adalah sesuatu yang pasti, dan kepastiannya mungkin tidak perlu dibuktikan.. oh gitu ya.. iyaaaaaaaa.. huh cape deh.. hihihi..). Lalu apa bedanya postulat dengan aksioma? Ya beda dong, cara penulisannya juga beda.. hihi.. duh malezz deh.. (huuuu….)


Truly Love

Cinta yang sejati, katanya (iya ini katanya lho..) adalah mencintai dan menyayangi orang tersebut, membiarkan orang itu hidup dalam dunia kebahagiannya sendiri tanpa harus selalu dimiliki oleh kita. Sehingga muncul pula kalimat yang senada dengan itu, yaitu tujuan dari mencintai adalah memberikan atau membiarkan kebahagian bagi orang yang kita cintai itu, even tanpa harus memilikinya. Ooo… (kenapa ooo..? lha iya kalau i kan jadi iii… hihihi…).

Okay.. hmm.. mestinya tulisan ini ditutup sampai di sini karena alinea terakhir seems like a conclusion. Tapi perasaan kok masih ada yang tertinggal ya? Iya ya.. hehe..

So the next topic adalah, apa yang harus kita lakukan apabila mengalami hal tersebut?

Hal yang mana bang?

Iya hal yang itu.. hal “mencintai tanpa harus memiliki” tadi. Bagaimana? Apa yang harus dilakukan?

Iya ya, apa yang harus dilakukan? Duuh.. ga focus nih.. sebentar… sepertinya aku terjebak dengan alur pikiranku sendiri.. hmm.. hehehe…

It depends.., hah apaan? Ujug-ujugly it depends? :P

Iya it depends on our current situation. In general, there are two major conditions.

The first one.. (halaah.. jadi English class begini).. okay.. kondisi pertama adalah apakah kita sedang mencoba untuk menjalin hubungan dengan seseorang saat ini? And the second case adalah apakah kita sudah menjalin hubungan dengan sesorang dalam bentuk pasangan hidup i.e. isteri atau suami?

Untuk kasus pertama, it’s relatively easy.. (hmm.. bener gitu?) situasinya adalah begini: kita sedang mencoba untuk menjalin hubungan dengan sesorang yang kita taksir (iya dong.. kalo ga ditaksir mah ga bakalan.. hehe..). Kalau ternyata yang kita taksir tersebut tidak bersedia untuk menerima cinta kita, in other words: single hand clapping (bertepuk sebelah tangan maksudnya hehehe..) ya sudahlah, karena ingat rumusan Fisika di atas, eh salah.. rumusan di atas, yaitu cinta adalah sesuatu yang tidak bisa kita pakasakan, iya dong.. kita tidak bisa memaksakan kehendak kita agar cinta kita diterima olehnya.


Bukan harusnya ke sana kali ya?

Kalau dengan segala cara kita sudah berusaha agar dapat merebut perhatiannya, tetapi tetap tak terebut juga (hihi..), ya sudahlah, ikhlaskan saja, dia memang bukan untuk kita, bukan jodoh kita, bukan kepadanya cinta ini harus berlabuh (hehe.. perahu kali berlabuh). Relakan saja, masih banyak calon-calon lain yang mungkin mau menerima cinta kita. Kuncinya adalah ikhlas, ridhlo dan tawakal.. (duuh .. wise nya.. hehe..)

Kasus kedua.. hmm.. ini mah kasus yang berat dan tidak gampang alias susah tea..

Situasinya adalah kita sudah mempunyai pasangan hidup masing-masing, tetapi kita mencintai dan menyayangi orang lain (waduuh.. kok bisa ya… hihihi..).

Jangan deh sayang.. jangan sampai terjebak dalam perasaan itu apabila kita sudah berpasangan, kasihan dong nanti malah pasangan kita yang tidak berbahagia. Padalah katanya (katanya lagi nih..) kita ini berpasangan untuk mencari dan memperoleh kebahagiaan secara mutual (bersama). Bila berada dalam kondisi ini, biarlah, izinkanlah, relakanlah perasaan cinta itu lewat begitu saja. Jangan sampai deh bahtera rumah tangga yang sudah kita bangun ini terguncang dan karam karena riak-riak revolusi.. eh, maksudnya karena riak-riak cinta yang lain.

Banyak sudah kita belajar dari orang lain, apakah itu kenalan, tetangga, public figure, politisi, selebritis yang rumah tangganya hancur akibat cinta yang tidak bisa dimiliki, yang pada akhirnya justru memberikan ketidakbahagiaan pada semuanya. Duuh.. ga tau ya.. jarang nonton berita gossip sih.. Waduh.. iya aja deh biar cepet.. ya?..ya? Iyaaaaa… hehe.. :D

Jadinya kumaha?

So, in conclusion, pernyataan “mencintai tanpa harus memiliki” adalah sesuatu yang benar dan seringkali terjadi sebagai bentuk dari pelarian atas keputusasaan dan ketidakberdayaan kita akibat orang yang kita cintai tidak membalas atau hal-hal lain yang membuat kita tidak bisa membagi perasaan cinta yang sekarang karena “terlanjur” sudah mempunyai pasangan.

Percayalah, bagi yang belum berpasangan, di ruang dan bagian dunia yang lain pastilah ada sesorang yang sedang menunggu kita, menanti untuk menjadi soulmate kita, hanya saja mungkin no antriannya kebagian nanti, selepas jam 10 malam.. (halaah.. memangnya ke dokter hihi..).

Bagi yang sudah berpasangan, yakinlah bahwa pasangan yang sekarang adalah given, atau pemberian dari Tuhan untuk menemanimu. Sayangilah dia, bahagiakanlah dia.

Sepertinya begitu saja ya? Sudah run out nih idenya.. For those yang masih belum begitu jelas akan statement “mencintai tanpa harus memiliki”, ya mangga, silakan berpendapat masing-masing, tulisan ini dapat dijadikan sebagai bahan renungan awal.

0 komentar:

Posting Komentar